SSS, mahasiswi Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (ITB), menjadi sorotan nasional setelah membuat meme. Meme tersebut dinilai menghina Presiden Prabowo Subianto dan mantan Presiden Joko Widodo dalam bentuk visual yang provokatif. Meme yang beredar menggambarkan keduanya dalam posisi tidak senonoh yang memicu polemik di ruang publik digital. Alhasil, SSS harus berurusan dengan Bareskrim Polri yang memanggilnya untuk dimintai keterangan resmi.
Kasus ini menyeret perhatian banyak pihak mulai dari kalangan kampus hingga jajaran pejabat negara dan DPR. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, turut menanggapi dan menilai konten tersebut sangat tidak pantas. Sementara Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, langsung terlibat aktif dengan mengajukan diri sebagai penjamin penangguhan penahanan. Tak hanya itu, pihak ITB juga ikut angkat bicara dan memberikan pendampingan hukum bagi mahasiswi tersebut.
Pihak kampus menyatakan bahwa kasus ini mencoreng nama baik institusi, namun tetap menjunjung asas keadilan. Rektor ITB meminta semua pihak tidak menghakimi secara terburu-buru dan membiarkan proses hukum berjalan profesional. Dalam pernyataannya, kampus mendukung kebebasan berekspresi mahasiswa, tetapi harus tetap memperhatikan etika publik. ITB berkomitmen untuk mendampingi mahasiswa mereka agar tetap terlindungi secara hukum dan moral.
Polisi menyatakan pemeriksaan terhadap SSS bertujuan untuk menggali motif pembuatan meme yang viral itu. Pemeriksaan dilakukan dalam tahap klarifikasi dan belum masuk proses penahanan secara hukum pidana. Polisi juga mengingatkan masyarakat agar bijak bermedia sosial dan tidak menyebarkan konten yang berpotensi memecah belah. Meski viral, konten politik tetap harus direspons secara proporsional sesuai koridor hukum dan norma masyarakat.
Penangguhan Penahanan dan Peran Ketua Komisi III DPR Sebagai Penjamin
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengajukan diri sebagai penjamin penangguhan penahanan terhadap mahasiswi ITB. Ia menjamin bahwa SSS tidak akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti yang dibutuhkan. Habiburokhman juga menyatakan mahasiswi itu tidak akan mengulangi perbuatannya ataupun menghambat proses hukum yang sedang berlangsung. Dirinya siap membina mahasiswa tersebut agar bertanggung jawab dan mengikuti proses hukum secara kooperatif.
Pengajuan itu disambut dengan keputusan Polri yang resmi menangguhkan penahanan terhadap SSS demi kepentingan kemanusiaan. Kepolisian memberikan kesempatan agar mahasiswi tersebut bisa melanjutkan pendidikan tanpa terganggu proses hukum. Langkah ini diumumkan langsung oleh Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko. Penangguhan diumumkan pada Minggu, 11 Mei 2025, di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta.
"Penangguhan penahanan diberikan tentu didasari aspek atau pendekatan kemanusiaan," ujar Brigjen Trunoyudo. Ia juga menegaskan bahwa proses hukum tetap berjalan dan mahasiswi bersangkutan harus kooperatif sepanjang penyidikan. Pihaknya menilai mahasiswa tersebut masih punya masa depan, dan pendidikan harus tetap dijalani secara bertanggung jawab. Penangguhan ini dinilai sebagai jalan tengah antara hukum dan kemanusiaan dalam menghadapi kasus viral tersebut.
Habiburokhman berharap langkah ini dapat memberikan pelajaran kepada masyarakat untuk lebih bijak bersosial media. Ia juga mengingatkan agar anak muda tetap kritis tapi tidak melanggar etika dalam menyampaikan ekspresi politik. Menurutnya, kasus ini tidak boleh menjadi alasan untuk membatasi suara mahasiswa dalam ruang demokrasi. Namun ia menegaskan pentingnya menyampaikan kritik secara elegan dan bertanggung jawab demi menjaga ruang publik yang sehat.
Reaksi Publik, Pengamat, dan Arahan Pihak Kampus Terhadap Insiden Viral Meme ITB
Warganet terbelah, sebagian menilai tindakan aparat berlebihan dan membungkam ekspresi kritis mahasiswa muda. Namun ada pula yang beranggapan konten semacam itu tak pantas dibagikan karena berpotensi menimbulkan kegaduhan. Pengamat menyebut kasus ini mencerminkan lemahnya literasi digital dan minimnya pemahaman soal satir politik. Menurut mereka, kampus seharusnya menjadi ruang diskusi, bukan tempat mahasiswa dilarang bersuara kritis.
Pihak ITB menegaskan tak akan memberikan sanksi kecuali terbukti ada pelanggaran hukum secara terang benderang. Kampus menyatakan tetap menjunjung kebebasan akademik, namun menyerukan agar etika komunikasi dijaga mahasiswa. Beberapa dosen turut angkat bicara, menyarankan agar mahasiswa lebih kritis tanpa harus menyindir secara vulgar. Mereka juga menilai media sosial bukan forum ilmiah, sehingga perlu kehati-hatian dalam menampilkan pendapat.
Meme yang beredar memperlihatkan wajah Prabowo-Jokowi dengan narasi sindiran soal kepemimpinan nasional mendatang. Isi meme dianggap sebagian kalangan sebagai olok-olok yang menyinggung kerja sama antara dua tokoh penting itu. Padahal menurut pembuatnya, meme itu hanya bentuk humor politik yang umum di kalangan mahasiswa dan aktivis. Namun penyebarannya di tengah situasi sensitif justru mengundang perhatian aparat penegak hukum secara langsung.
Beberapa organisasi mahasiswa menyatakan solidaritas kepada pembuat meme dan mendesak penghentian pemeriksaan. Mereka menilai pemanggilan tersebut berpotensi membungkam kritik dan mengancam kebebasan berekspresi anak muda. Namun sebagian organisasi lainnya menyerukan keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab moral. Mereka mendorong evaluasi bersama agar kebebasan digital tidak jadi bumerang bagi mahasiswa atau publik luas.
