Serangan rudal India telah meninggalkan jejak kehancuran yang memilukan di beberapa wilayah. Bangunan bersejarah, termasuk masjid Jamia Subhan Allah, turut menjadi korban dalam konflik ini. Dinding-dinding yang kokoh kini berubah menjadi puing, menyisakan duka bagi warga sekitar.
Saksi mata menggambarkan betapa cepatnya situasi berubah dari tenang menjadi chaos. Ledakan keras terdengar, diikuti oleh gemuruh reruntuhan yang menimpa permukiman padat penduduk. Banyak keluarga kehilangan tempat tinggal dalam sekejap, tanpa sempat menyelamatkan barang berharga.
Pemerintah setempat masih menghitung kerugian material dan korban jiwa akibat serangan tersebut. Relawan bekerja tanpa henti untuk mengevakuasi korban yang tertimbun reruntuhan. Namun, akses yang terbatas membuat proses evakuasi berjalan lambat.
Fotografer dokumenter berhasil mengabadikan momen-momen pilu di antara sisa-sisa kehancuran. Gambar tersebut menjadi bukti nyata betapa dahsyatnya dampak serangan militer ini. Dunia internasional mulai menyerukan gencatan senjata untuk mencegah korban lebih banyak.
Kesaksian Warga: Trauma yang Tak Terungkap
Warga yang selamat mengisahkan detik-detik mengerikan ketika rudal menghantam pemukiman mereka. Suara sirine peringatan tidak cukup memberi waktu untuk menyelamatkan diri. Banyak yang hanya bisa berlindung di ruang sempit, berharap bisa bertahan hidup.
Seorang ibu tua dengan suara bergetar menceritakan bagaimana masjid tempat ia biasa beribadah hancur lebur. "Ini bukan hanya tentang bangunan, tapi kenangan dan doa kami," ujarnya. Anak-anak yang kehilangan sekolah kini terpaksa belajar di tenda darurat.
Psikolog lapangan melaporkan peningkatan kasus trauma berat di kalangan korban selamat. Mimpi buruk dan serangan panik menjadi hal biasa di pengungsian. Bantuan mental masih sangat minim dibandingkan kebutuhan yang ada.
Pemuka agama setempat mendesak komunitas internasional untuk turut membantu pemulihan. Mereka menekankan bahwa pemugaran masjid dan bangunan penting harus segera dilakukan. Namun, ancaman serangan lanjutan masih membayangi proses rekonstruksi.
Respons Internasional dan Upaya Pemulihan
PBB telah mengeluarkan pernyataan resmi yang mengutuk serangan terhadap kawasan sipil ini. Dewan Keamanan mendesak kedua belah pihak untuk segera melakukan gencatan senjata. Namun, upaya diplomasi masih menemui jalan buntu hingga saat ini.
Organisasi kemanusiaan seperti Palang Merah dan UNICEF bergerak cepat mendistribusikan bantuan. Logistik seperti makanan, obat-obatan, dan tenda darurat menjadi prioritas utama. Namun, jumlah pengungsi yang terus bertambah membuat stok semakin menipis.
Arsitek dan ahli warisan budaya sedang memetakan kerusakan untuk rencana rekonstruksi. Mereka khawatir beberapa situs bersejarah mungkin tidak bisa dipulihkan seperti semula. Proyek pemugaran diperkirakan memakan waktu tahunan dengan biaya besar.
Masyarakat dunia diajak untuk berkontribusi melalui donasi atau kampanye kesadaran. Setiap bantuan diharapkan dapat meringankan beban korban yang kehilangan segalanya. Solidaritas global menjadi harapan terakhir bagi mereka yang terdampak.