Pentingnya Konsistensi Program Makan Bergizi
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) tetap dilaksanakan meski sekolah sedang libur untuk menjaga kesehatan anak secara berkesinambungan. Perbaikan pola makan anak dilakukan secara konsisten agar target pertumbuhan dan kecerdasan dapat tercapai secara optimal.
Meski libur, program ini menjaga kontinuitas asupan nutrisi bagi siswa dan kelompok rentan seperti balita, bumil, dan busui. Pelaksanaan MBG selama liburan dilakukan dengan cara fleksibel sehingga anak tidak dipaksa hadir di sekolah.
Sekolah yang bersedia tetap menerima MBG, sementara keluarga dapat mengambil makanan langsung dari dapur MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Strategi ini memastikan intervensi gizi tetap berjalan tanpa mengganggu waktu libur atau kegiatan keluarga.
Keberlanjutan MBG menjadi strategi penting untuk menekan masalah malnutrisi di semua jenjang usia. Program ini juga menekankan kolaborasi antara pemerintah, yayasan, dan mitra lokal dalam membangun dapur mandiri.
Mekanisme Distribusi MBG Selama Liburan
Distribusi MBG selama liburan menggunakan makanan kering yang aman untuk transportasi dan penyimpanan jangka pendek. Sekolah bisa mengajukan permintaan MBG sesuai jumlah siswa yang ingin memanfaatkannya sehingga tidak ada pemaksaan kehadiran.
Pendekatan ini juga memperhitungkan kebutuhan keluarga, memungkinkan orang tua atau saudara mengambil paket makanan untuk anak. Wakil Kepala BGN bidang Komunikasi Publik dan Investigasi, Nanik Sudaryati Deyang, menegaskan bahwa sekolah dan wali murid memiliki hak untuk menolak MBG jika tidak diperlukan.
Program ini bersifat sukarela dan menekankan aspek kemanusiaan serta ketersediaan nutrisi tanpa menimbulkan tekanan. Dengan sistem ini, MBG tetap efektif dijalankan meski jumlah siswa dan kondisi geografis berbeda-beda. Peran SPPG menjadi kunci operasional dalam mendukung distribusi MBG di seluruh wilayah Indonesia.
Hampir 100 ribu tenaga profesional, termasuk ahli gizi, akuntan, dan Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI), tersebar dari Sabang sampai Merauke. Kehadiran mereka menjamin distribusi tepat sasaran dan pemantauan kualitas gizi tetap optimal.
Efisiensi Anggaran dan Cakupan Program
Tuduhan bahwa MBG berlanjut hanya untuk menghabiskan anggaran tidak terbukti. Anggaran awal sebesar Rp 71 triliun yang ditargetkan untuk 6 juta penerima, justru mampu menjangkau 50 juta penerima manfaat berkat efisiensi dan kemitraan strategis.
Banyak dapur mandiri dibangun oleh yayasan dan mitra lokal sehingga biaya operasional BGN berkurang signifikan. Setiap paket MBG hanya menghabiskan biaya sekitar Rp 15 ribu, termasuk gaji tenaga kerja BGN dan operasional SPPG.
Program besar tetap dapat dijalankan secara hemat tanpa mengurangi kualitas atau kuantitas nutrisi. Data pengeluaran dan mekanisme distribusi dapat diverifikasi melalui Kementerian Keuangan, sehingga transparansi tetap terjaga.
Efisiensi dan keberlanjutan program menjadi pelajaran penting bagi kebijakan publik di sektor gizi. Kolaborasi lintas sektor, fleksibilitas distribusi, dan pemanfaatan sumber daya lokal memungkinkan MBG tetap efektif selama masa liburan. Strategi ini memastikan peningkatan gizi anak tetap optimal tanpa mengganggu rutinitas libur atau membebani anggaran negara.
