Situasi kemanusiaan di Jalur Gaza semakin memburuk usai serangan Israel tak kunjung berhenti.
Rumah Sakit Al-Awda, satu-satunya fasilitas kesehatan tersisa di Gaza Utara, diperintahkan tutup.
Instruksi penutupan ini dikeluarkan militer Israel tanpa memberi opsi evakuasi bagi para pasien.
Pihak rumah sakit menyatakan keputusasaan karena tidak punya tempat merawat pasien luka berat.
Banyak tenaga medis terjebak dan tak bisa keluar karena serangan terus menghantam area sekitar.
Pasien yang sedang dalam perawatan kritis pun tidak bisa dipindahkan secara aman dan cepat.
Organisasi kesehatan internasional mengecam tindakan ini sebagai pelanggaran serius hukum kemanusiaan. Mereka menilai tindakan Israel sebagai upaya sistematis menghancurkan layanan kesehatan di Gaza. Tanpa rumah sakit ini, ribuan warga kini tanpa akses ke pengobatan dasar dan penanganan darurat.
Kementerian Kesehatan Palestina memperingatkan bencana besar bila fasilitas medis ini tak beroperasi.
Mereka meminta tekanan internasional agar Israel mencabut perintah dan membuka jalur kemanusiaan.
Namun, hingga kini belum ada sinyal bahwa Israel akan mengubah keputusannya yang kejam itu.
Korban Tewas Terus Bertambah, Seruan Evakuasi Disebut Kejahatan terhadap Sektor Kesehatan Gaza
Sedikitnya 70 warga Palestina dilaporkan tewas sejak Kamis dini hari waktu Gaza diserang habis-habisan. Serangan itu berlangsung terus-menerus dan menyasar berbagai wilayah padat penduduk di Gaza Utara. Warga sipil yang tewas termasuk perempuan, anak-anak, dan pasien yang tidak bisa dievakuasi cepat.
Data ini dikonfirmasi oleh Kementerian Kesehatan Gaza dan dilansir Al Jazeera pada Jumat sore.
Menurut laporan itu, rumah sakit yang diminta tutup tidak memiliki waktu cukup untuk evakuasi.
Banyak korban akhirnya meninggal di lokasi karena tidak sempat mendapatkan perawatan medis darurat.
Kementerian menyebut seruan evakuasi sebagai bagian dari rangkaian kejahatan terhadap sektor medis.
Tindakan Israel dianggap bukan hanya melanggar hukum, tapi mempercepat keruntuhan sistem kesehatan. Tanpa fasilitas dan staf medis, ribuan warga Gaza kini dibiarkan bertahan hidup dalam penderitaan.
Pernyataan ini menegaskan bahwa agresi Israel telah berubah menjadi serangan sistematis terhadap kemanusiaan. Dengan menargetkan rumah sakit dan pasiennya, mereka menyerang pusat kehidupan di tengah konflik. Masyarakat internasional diminta segera bertindak sebelum situasi mencapai titik kehancuran total.
Dunia Internasional Didesak Segera Bertindak Menghentikan Kekejaman terhadap Fasilitas Medis
Komite Palang Merah Internasional menyerukan perlindungan terhadap tenaga medis di zona konflik Gaza. Mereka menegaskan bahwa rumah sakit adalah objek sipil yang harus dilindungi dari serangan bersenjata. Tindakan Israel yang memerintahkan penutupan dianggap melanggar konvensi Jenewa secara terang-terangan.
Sekretaris Jenderal PBB menyatakan keprihatinan serius atas situasi kesehatan di Gaza yang mencekam. Ia meminta gencatan senjata segera agar evakuasi dan pertolongan bisa diberikan tanpa hambatan. Namun, hingga saat ini Dewan Keamanan belum berhasil mengambil langkah tegas menghadapi Israel.
Negara-negara Arab mengecam keras tindakan Israel dan menuntut penegakan hukum internasional segera. Banyak dari mereka menganggap ini sebagai genosida terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza.
Sayangnya, tekanan diplomatik tersebut belum mampu mengubah kebijakan brutal yang sedang berjalan.
Aktivis HAM di seluruh dunia menggelar aksi solidaritas mendesak penghentian agresi militer di Gaza.
Mereka juga mengumpulkan dana dan obat-obatan untuk dikirimkan ke wilayah yang terkepung.
Gerakan ini menyoroti pentingnya keterlibatan publik dalam menyuarakan keadilan bagi Palestina.
Penutupan Al-Awda Picu Krisis Baru di Tengah Pemindahan Paksa Warga Gaza oleh Militer Israel
Pejabat kesehatan Palestina menyatakan bahwa Al-Awda adalah rumah sakit terakhir yang masih beroperasi. Dengan penutupan ini, Gaza Utara kini benar-benar tanpa layanan medis aktif bagi warga yang terluka. Langkah tersebut dilakukan tepat saat gelombang baru pemindahan paksa kembali diperintahkan Israel.
Pemindahan paksa besar-besaran terjadi pada Kamis malam, menargetkan wilayah utara dan timur Gaza. Seruan evakuasi tersebut berdampak terhadap ribuan warga yang tak memiliki tujuan pengungsian jelas. Mereka dihadapkan pada kondisi sulit: meninggalkan rumah tanpa perlindungan medis atau tempat berlindung.
Keputusan militer Israel memerintahkan evakuasi justru berlangsung saat serangan udara makin intens.
Warga sipil termasuk perempuan dan anak-anak harus mengungsi di tengah gempuran senjata tanpa henti. Banyak dari mereka mengungsi ke wilayah selatan, yang juga tak lepas dari ancaman serangan udara.
Pemerintah Palestina dan lembaga kemanusiaan menyebut situasi ini sebagai bentuk kejahatan sistematis. Penutupan rumah sakit dan evakuasi paksa dinilai sebagai strategi penghancuran total terhadap Gaza. Dengan tak ada tempat aman, warga Gaza kini hidup dalam kondisi paling mengerikan sepanjang sejarah.