Puan Maharani menanggapi polemik soal keterlibatan TNI dalam pengamanan institusi Kejaksaan Agung RI. Ia menekankan pentingnya penguatan institusi sipil tanpa mengesampingkan peran militer sesuai konstitusi. Ketua DPR RI ini meminta semua pihak memahami pembagian wewenang dalam sistem pertahanan negara.
Menurut Puan, pengamanan lembaga hukum sebaiknya berada di bawah institusi kepolisian Republik Indonesia. Ia mengatakan bahwa keterlibatan TNI perlu dikaji dalam kerangka tugas pertahanan nasional yang jelas. Jika tidak hati-hati, menurut Puan, bisa mengaburkan batas sipil dan militer di dalam negeri.
Situasi ini menjadi sorotan setelah pernyataan Jaksa Agung soal permintaan pengamanan kepada TNI muncul. Pernyataan itu menuai beragam reaksi, termasuk kekhawatiran soal kecenderungan militerisme kembali hidup. Puan menekankan pentingnya menjaga prinsip supremasi sipil dalam demokrasi konstitusional saat ini.
Kehadiran TNI dalam ranah penegakan hukum bukan praktik ideal dalam sistem demokrasi yang sehat.
Menurut Puan, sinergi harus tetap mengedepankan proporsionalitas, agar tidak tumpang tindih kewenangan. Keseimbangan ini penting demi kepercayaan publik terhadap institusi negara yang menjalankan tugas hukum.
Peran TNI dan Kejelasan Batas dalam Struktur Keamanan Negara Harus Ditegaskan
Puan menjelaskan bahwa Indonesia memiliki sistem hukum yang membedakan peran TNI dan Kepolisian. TNI bertugas menjaga kedaulatan negara, sedangkan pengamanan sipil ranah dari Kepolisian Republik Indonesia. Ketegasan ini penting agar tidak muncul ambiguitas dalam pelaksanaan tugas keamanan dan pertahanan.
Ketika institusi seperti Kejaksaan meminta bantuan militer, perlu ada dasar hukum yang sangat jelas.
Langkah tersebut tak boleh didasarkan pada kekhawatiran personal semata tanpa prosedur resmi yang sah. Negara hukum harus berlandaskan aturan yang memastikan tidak ada pelanggaran batas antar institusi.
Puan mengingatkan bahwa demokrasi harus dijaga dari kecenderungan praktik otoriter dalam bentuk apapun. Ketika militer dilibatkan secara aktif dalam urusan sipil, demokrasi bisa mengalami kemunduran signifikan. Oleh sebab itu, semua langkah pengamanan harus melalui mekanisme yang konstitusional dan transparan.
Sebagai informasi, Panglima TNI telah keluarkan Telegram perintah pengamanan Kejaksaan secara nasional. Telegram No TR/442/2025, tertanggal 5 Mei 2025, instruksikan pengerahan personel serta perlengkapan. Perintah tersebut menyasar Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri di seluruh wilayah Indonesia.
Upaya Memperkuat Kejaksaan Tidak Harus Melibatkan Militer dalam Fungsi Penegakan Hukum Sipil
Puan menyebut bahwa Kejaksaan adalah institusi yang harus mampu mengamankan diri dengan sistem internal. Penguatan kelembagaan dilakukan lewat peningkatan anggaran, SDM, serta sistem pengamanan teknologi modern. Menurutnya, ini lebih relevan dibandingkan melibatkan militer yang fungsinya berada pada ranah pertahanan.
Ia menekankan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap Kejaksaan harus dibangun lewat transparansi dan akuntabilitas. Dengan begitu, pengamanan internal dapat berjalan maksimal tanpa memerlukan bantuan dari kekuatan militer. Puan menilai langkah semacam ini lebih mencerminkan prinsip tata kelola pemerintahan yang demokratis.
Sinergi antar lembaga negara memang penting, tapi tetap harus dalam kerangka hukum yang sudah ditetapkan. Jika setiap lembaga meminta bantuan militer, maka akan terjadi kekacauan fungsi dan peran negara. Puan mengingatkan bahwa ini berpotensi mengganggu tatanan hukum dan merusak kepercayaan publik.
Selain itu, keterlibatan TNI juga bisa menimbulkan polemik politik yang tidak perlu di tengah masyarakat. Masyarakat bisa menilai ada potensi intervensi militer terhadap proses hukum yang seharusnya independen. Situasi ini harus dicegah dengan memperjelas aturan dan komitmen terhadap demokrasi yang sehat.
Ketegasan Regulasi dan Edukasi Publik Penting untuk Hindari Konflik Peran Institusi Negara
Puan menyarankan pemerintah segera membuat regulasi yang memperjelas batas peran TNI dan Kejaksaan. Regulasi ini penting sebagai panduan agar tidak terjadi kebingungan dalam pelaksanaan tugas di lapangan. Dengan payung hukum yang jelas, semua institusi dapat bekerja sesuai fungsi dan tanggung jawabnya.
Ia juga meminta agar edukasi publik dilakukan guna menghindari kesalahpahaman terhadap peran TNI.
Masyarakat harus tahu bahwa militer tidak bisa serta-merta dilibatkan dalam urusan sipil secara langsung. Hal ini demi menjaga semangat reformasi dan cita-cita demokrasi yang telah diperjuangkan selama ini.
Puan menegaskan bahwa TNI adalah institusi kebanggaan bangsa, namun harus beroperasi sesuai koridor hukum. Menghadirkan TNI dalam fungsi penegakan hukum sipil dikhawatirkan merusak struktur negara demokratis. Oleh sebab itu, kebijakan pengamanan lembaga hukum harus bersandar pada prinsip supremasi sipil mutlak.
Ia juga menegaskan bahwa TNI wajib memberi penjelasan terbuka atas kebijakan pengamanan kejaksaan nasional. Menurutnya, kejelasan SOP atau aturan dukungan militer harus disampaikan secara rinci kepada publik. Langkah ini penting agar tak muncul dugaan pelanggaran konstitusi dalam praktik pengamanan lembaga hukum.