Latar Belakang Kontroversi
Dalam beberapa hari terakhir, publik dihebohkan oleh beredarnya video menu Makan Bergizi Gratis (MBG) di Tangerang Selatan (Tangsel) yang dinilai tidak sesuai harapan.
Tayangan tersebut memperlihatkan paket MBG untuk siswa berisi bahan makanan mentah seperti beras, ikan asin, kacang tanah, serta makanan kemasan seperti biskuit dan susu. Kritik tajam pun bermunculan, khususnya dari para guru dan orang tua siswa.
Sebagai pakar gizi dan praktisi sistem distribusi makanan publik, penting untuk memahami konteks, landasan kebijakan, serta evaluasi dari sudut teknis dan kesehatan masyarakat.
Penjelasan dan Dasar Kebijakan
Distribusi Selama Masa Libur
Pihak penyedia MBG, dalam hal ini Sentra Pelayanan Pangan Gratis (SPPG) Yasmit di Ciputat Timur, menjelaskan bahwa bahan mentah dibagikan karena bertepatan dengan masa libur dan kegiatan ujian siswa.
Mereka mengklaim kebijakan ini merupakan bentuk adaptasi agar hak siswa tetap terpenuhi meski tidak ada kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Pertimbangan Logistik dan Daya Simpan
Bahan mentah dianggap lebih mudah disimpan dan dikelola oleh keluarga siswa selama periode libur. Makanan siap saji dinilai berisiko rusak jika tidak dikonsumsi segera, sedangkan bahan mentah memberikan fleksibilitas bagi penerima untuk mengolahnya sesuai kebutuhan.
Dampak terhadap Anak dan Lingkungan Sekolah
Aspek Gizi dan Kesehatan
Secara teori, komponen seperti beras, protein hewani, buah, dan susu sudah cukup mewakili kebutuhan makro dan mikronutrien siswa.
Namun, tanpa metode pemrosesan yang terstandar, kandungan gizi bisa berubah atau bahkan tidak dikonsumsi secara optimal. Hal ini berisiko menimbulkan ketimpangan asupan gizi antarsiswa.
Ketidaknyamanan dan Pelanggaran SOP
Guru dan kepala sekolah menyampaikan bahwa pengiriman bahan mentah berlawanan dengan standar pelayanan MBG, yakni makanan yang langsung dikonsumsi di sekolah.
Sebagian siswa merasa terbebani karena harus membawa pulang paket dan mengolahnya sendiri di rumah, yang pada akhirnya tidak sejalan dengan semangat pelayanan langsung dan efisien.
Reaksi Pemerintah dan Pemangku Kepentingan
Tanggapan Dinas Pendidikan
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tangsel menyatakan bahwa mereka tidak dilibatkan secara menyeluruh dalam keputusan distribusi bahan mentah tersebut. Meski tidak melanggar aturan tertulis, pendekatan ini dinilai tidak efektif dari sisi pelaksanaan di lapangan.
Pernyataan Badan Gizi Nasional
Badan Gizi Nasional menegaskan bahwa distribusi bahan mentah bukanlah praktik baku dalam program MBG. Pemberian makanan siap konsumsi tetap menjadi standar agar asupan gizi bisa dipantau dan disamaratakan.
Evaluasi Pakar: Keuntungan dan Risiko
Keuntungan
-
Fleksibilitas logistik: cocok untuk masa libur.
-
Minimasi limbah makanan: bahan mentah lebih tahan lama.
Risiko
-
Tidak semua keluarga memiliki kemampuan mengolah dengan benar.
-
Kandungan gizi bisa berkurang saat pengolahan.
Tidak ada jaminan bahwa makanan tersebut benar-benar dikonsumsi.
Rekomendasi untuk Perbaikan
1. Penyesuaian SOP MBG
Perlu dibuat mekanisme alternatif yang terstandar untuk distribusi saat masa libur atau kondisi khusus lainnya. Panduan ini harus melibatkan sekolah, penyedia makanan, dan dinas pendidikan.
2. Edukasi Gizi dan Pengolahan
Setiap distribusi bahan mentah harus disertai dengan brosur atau materi digital mengenai cara pengolahan sehat dan tepat.
3. Pelibatan Orang Tua
Orang tua perlu dilibatkan dalam pengawasan dan evaluasi program MBG, agar manfaatnya benar-benar dirasakan siswa.
Distribusi MBG dalam bentuk bahan mentah, meski dilakukan dengan niat menjaga kontinuitas program, mengungkap adanya celah dalam sistem koordinasi dan standar pelayanan. Dari sudut pandang teknis dan gizi, pendekatan ini berisiko jika tidak diiringi panduan dan pengawasan yang memadai.
Sebagai solusi, perlu penyempurnaan SOP yang adaptif, partisipatif, dan tetap berpijak pada prinsip dasar: makanan bergizi, praktis, dan merata untuk setiap siswa.