KPPU dan Akademisi Bahas Dampak UU BUMN Terbaru
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bersama akademisi mengkaji dampak dari Undang-Undang BUMN. Diskusi berlangsung dalam Simposium Nasional yang digelar di Universitas Paramadina, Senin (30/6/2025). Fokus utama adalah Pasal 86M UU Nomor 1 Tahun 2025 yang mengatur hak monopoli. Ketentuan itu memberi kewenangan presiden menetapkan monopoli melalui Peraturan Pemerintah (PP).
Ketua KPPU Fanshurullah Asa menekankan pentingnya prinsip persaingan usaha dalam kebijakan negara. Ia menilai penguatan peran KPPU diperlukan dalam penyusunan aturan turunan undang-undang tersebut. Menurutnya, setiap regulasi harus mencerminkan keseimbangan antara kepentingan publik dan pasar. Ia juga menekankan bahwa prinsip keadilan harus menjadi roh kebijakan pemerintah.
Sejak 2020, KPPU telah mengusulkan enam saran kebijakan kepada Kementerian BUMN. Di antaranya adalah mitigasi jabatan rangkap dan penguatan kepatuhan terhadap aturan persaingan. Ketua KPPU menyebut bahwa BUMN harus dikelola secara profesional dan bersaing sehat. Ia mengingatkan bahwa kekuatan ekonomi tidak boleh mengorbankan persaingan yang adil.
Peran KPPU Diperlukan dalam Penyusunan Regulasi Turunan
KPPU menegaskan perlunya dilibatkan dalam penyusunan Peraturan Pemerintah terkait BUMN. Keterlibatan ini memastikan kebijakan tidak menyimpang dari prinsip pasar terbuka dan kompetitif. Fanshurullah Asa menyebut, keterlibatan itu akan menjaga harmoni antara negara dan dunia usaha. Ia menilai bahwa kebijakan tanpa kontrol berisiko menimbulkan dominasi pasar yang tidak adil.
Khusus untuk proyek Danantara, KPPU menyarankan agar konsultasi dengan lembaga persaingan dilakukan. Menurutnya, penggunaan Daftar Periksa Kebijakan Persaingan Usaha (DPKPU) dapat meminimalisasi konflik regulasi. Hal ini juga selaras dengan visi presiden dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional. Ia menargetkan pertumbuhan mencapai angka 8 persen lewat investasi dan belanja pemerintah.
KPPU ingin memastikan seluruh BUMN dan entitasnya patuh terhadap standar persaingan sehat. Fanshurullah menyebut langkah ini penting untuk menciptakan iklim usaha yang inklusif dan progresif. Dalam pandangannya, BUMN adalah alat negara yang harus bertanggung jawab kepada publik. Profesionalisme dan transparansi perlu dijadikan standar utama.
Kebijakan ekonomi strategis seperti ini harus melalui tinjauan multi-disiplin agar tidak menimbulkan distorsi. Fanshurullah mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk saling mendengarkan dan menyelaraskan kepentingan bersama. Ia juga mendorong transparansi proses penyusunan PP agar tidak menimbulkan persepsi negatif. Menurutnya, ini penting untuk menjaga kepercayaan publik.
Pakar Desak Penjabaran Kriteria dan Indikator Monopoli Lebih Jelas
Para pakar hukum dan ekonomi memberikan catatan penting terhadap pasal monopoli dalam UU tersebut. Mereka meminta kejelasan tentang definisi, indikator, dan batasan monopoli dalam implementasi kebijakan. Hal ini untuk menghindari multitafsir yang bisa mengganggu kepastian hukum dalam sektor usaha. Kehadiran KPPU dianggap penting dalam membahas regulasi lanjutan tersebut.
Guru Besar Hukum Universitas Sumatera Utara, Prof. Ningrum Sirait, turut menyuarakan perlunya kontrol dan akuntabilitas. Menurutnya, negara boleh kuat secara ekonomi tetapi harus tetap mengedepankan asas hukum. Pakar ekonomi Universitas Indonesia, TM Zakir S. Machmud juga mengingatkan soal efek institusionalnya. Ia menilai regulasi harus sejalan dengan tata kelola korporasi modern.
Dari Kementerian BUMN, Wahyu Setyawan menyatakan pentingnya menjaga kehati-hatian dalam membuat Peraturan Pemerintah. Ia meyakinkan bahwa seluruh proses akan melibatkan para pemangku kepentingan secara proporsional. Menurutnya, keseimbangan antara bisnis negara dan pasar terbuka adalah tantangan utama. Ia menegaskan bahwa keberadaan BUMN tidak boleh mematikan inisiatif swasta.
Forum ini menjadi ruang dialog terbuka yang melibatkan berbagai perspektif keilmuan dan kelembagaan. Hal ini dinilai strategis dalam membangun fondasi hukum dan ekonomi yang kokoh. Konsensus diharapkan tercipta agar beleid baru tidak menimbulkan polemik berkepanjangan. Keterlibatan publik dinilai penting dalam merumuskan arah BUMN ke depan.
Harapan Simposium: Iklim Usaha Sehat dan Kebijakan Adil
Simposium ini dihadiri oleh berbagai tokoh dari kalangan akademisi, regulator, dan pengambil kebijakan. Hadir antara lain anggota KPPU Eugenia Mardanugraha dan Deputi Advokasi KPPU Taufik Ariyanto. Turut bergabung mantan komisioner KPPU Chandra Setiawan serta Prof. Udin Silalahi dari UPH. Diskusi dipandu oleh perwakilan Universitas Paramadina, Dr. Handi Risza Idris.
Tujuan utama simposium adalah memberikan perspektif lintas disiplin terhadap keberadaan BUMN dan hak monopolinya. Para peserta sepakat bahwa kebijakan negara harus tetap menjunjung asas keadilan dan persaingan. Dalam pandangan mereka, negara tidak boleh menjadi pelaku usaha yang mematikan kompetitor swasta. Profesionalisme, transparansi, dan evaluasi kebijakan harus terus dijaga.
KPPU berharap simposium ini menghasilkan rekomendasi konstruktif bagi pemerintah dalam penyusunan regulasi lanjutan. Mereka juga ingin meningkatkan pemahaman publik tentang pentingnya persaingan sehat dalam perekonomian. Diskusi terbuka seperti ini dianggap penting untuk memperkuat fondasi kebijakan yang inklusif. Persaingan usaha sehat dipercaya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Sebagai regulator, KPPU akan terus memantau dampak kebijakan dan memberikan masukan secara aktif. Mereka menegaskan komitmennya menjaga pasar tetap kompetitif tanpa intervensi yang merugikan publik. Hal ini menjadi bagian dari upaya membangun sistem ekonomi nasional yang tangguh dan adaptif. Dengan demikian, negara dapat berperan strategis tanpa mengorbankan prinsip-prinsip pasar terbuka.