Gaza kembali dilanda krisis listrik yang memperparah kondisi rumah sakit dan fasilitas medis. Pemadaman berkepanjangan mengganggu operasional alat-alat vital, termasuk inkubator untuk bayi prematur. Tanpa pasokan listrik yang stabil, nyawa ratusan pasien kritis berada di ujung tanduk.
Dokter di lapangan melaporkan setidaknya sepuluh bayi prematur meninggal karena inkubator mati selama beberapa jam. Situasi ini memicu kemarahan masyarakat internasional terhadap blokade yang memperburuk krisis. Banyak keluarga Gaza kini hidup dalam keputusasaan tanpa akses layanan kesehatan memadai.
PBB mencatat bahwa Gaza hanya menerima empat jam listrik per hari, jauh di bawah kebutuhan dasar. Rumah sakit terpaksa mengandalkan generator yang sering kehabisan bahan bakar. Krisis energi ini memperburuk penderitaan warga yang sudah hidup di bawah tekanan konflik bertahun-tahun.
Organisasi kemanusiaan mendesak komunitas global untuk segera bertindak sebelum lebih banyak nyawa melayang. Bantuan medis darurat dan pasokan listrik menjadi prioritas utama untuk mencegah bencana lebih besar. Tanpa intervensi segera, Gaza mungkin menghadapi gelombang kematian yang lebih masif.
Dampak Pemadaman Listrik pada Layanan Kesehatan Gaza
Rumah sakit di Gaza kini beroperasi layaknya zona perang dengan peralatan kedokteran yang tidak memadai. Inkubator, mesin dialisis, dan alat bantu pernapasan sering mati akibat pemadaman bergilir. Para tenaga medis bekerja dalam tekanan ekstrem tanpa kepastian pasokan listrik.
Bayi prematur menjadi korban paling rentan karena ketergantungan mereka pada inkubator. Setiap pemadaman listrik selama 30 menit bisa berakibat fatal bagi kondisi kesehatan mereka. Dokter Gaza menyatakan situasi ini sebagai "pembunuhan lambat" yang diremehkan dunia internasional.
Selain masalah inkubator, pemadaman listrik juga mengancam penyimpanan vaksin dan obat-obatan. Banyak fasilitas kesehatan kehilangan stok darah dan bahan medis karena pendingin tidak berfungsi. Krisis ini semakin mempersulit upaya penanganan wabah penyakit di tengah kepadatan penduduk.
Ancaman krisis kesehatan semakin nyata dengan melonjaknya kasus infeksi dan gizi buruk. Anak-anak dan lansia menjadi kelompok paling terdampak akibat minimnya akses perawatan. Jika tidak ada solusi segera, Gaza bisa mengalami darurat kesehatan skala besar.
Respons Dunia Internasional terhadap Tragedi Kemanusiaan Gaza
PBB dan WHO telah menyatakan keprihatinan mendalam atas situasi kritis di Gaza. Mereka menyerukan gencatan senjata dan pembukaan akses bantuan kemanusiaan tanpa hambatan. Namun, upaya diplomasi internasional masih belum membuahkan hasil signifikan.
Beberapa negara donor telah mengirimkan bantuan generator dan bahan bakar darurat ke Gaza. Namun, kebutuhan masih jauh lebih besar dibandingkan dengan pasokan yang tersedia. Blokade yang berlangsung selama bertahun-tahun memperumit distribusi bantuan secara merata.
Aktivis hak asasi manusia menuntut pertanggungjawaban atas kelalaian yang memperburuk krisis. Mereka mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran hukum humaniter. Tanpa tekanan politik yang kuat, penderitaan warga Gaza mungkin akan terus berlanjut.
Dunia tidak bisa lagi menutup mata atas tragedi kemanusiaan yang terjadi setiap hari di Gaza. Setiap detik penundaan berarti nyawa yang hilang tanpa alasan yang bisa dibenarkan. Sudah waktunya bagi komunitas global untuk bersikap tegas dan bertindak nyata.