AS Cabut Sanksi Suriah: Babak Baru Diplomasi Timur Tengah

Advertisement

970x90px

AS Cabut Sanksi Suriah: Babak Baru Diplomasi Timur Tengah

Senin, 30 Juni 2025

 

AS Cabut Sanksi Suriah

Washington Akhiri Sanksi Lama terhadap Pemerintah Suriah


Pemerintah Amerika Serikat secara resmi mengakhiri kebijakan sanksi terhadap Suriah sejak 2004. Langkah itu diumumkan oleh Presiden Donald Trump dalam keputusan eksekutif pada Senin (30/6/2025). Trump menyatakan penghentian status “darurat nasional” yang menjadi dasar pemberlakuan sanksi ekonomi. Keputusan ini muncul setelah pencabutan sebagian sanksi bulan Mei sebagai tanggapan diplomasi regional.

Trump merespons desakan dari Arab Saudi dan Turki pasca jatuhnya Presiden Suriah Bashar al-Assad. Ahmed al-Sharaa yang sebelumnya gerilyawan, kini memimpin Suriah pasca kekuasaan Assad berakhir. Langkah AS ini menjadi isyarat politik luar negeri yang mengarah pada rekonsiliasi konstruktif kawasan. Menurut Gedung Putih, pendekatan ini membuka jalan diplomatik baru dengan Suriah pasca konflik.

Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengungkap langkah ini sejalan dengan visi diplomasi presiden. Rubio menyebut Suriah yang damai dan stabil jadi target AS dalam membentuk kemitraan kawasan. “Amerika ingin membina hubungan baru yang seimbang dan bermartabat dengan negara-negara tetangga,” katanya. Ia menegaskan diplomasi baru ini memperhitungkan perubahan besar dinamika kekuasaan di Suriah.

Selain itu, proses peninjauan status Suriah sebagai negara sponsor terorisme akan segera dimulai. Penetapan status itu terjadi sejak 1979 dan kini dinilai menghambat kerja sama serta investasi. Rubio juga menyebut akan meninjau ulang klasifikasi teroris terhadap Hayat Tahrir al-Sham (HTS). Pemimpinnya, Ahmed al-Sharaa, sebelumnya masuk daftar buronan AS namun kini tak lagi diburu.

Sanksi Dihentikan, Rekonstruksi dan Investasi Siap Dimulai


Pejabat Departemen Keuangan AS, Brad Smith, menjelaskan dampak langsung keputusan baru tersebut. Menurutnya, pencabutan sanksi akan mengembalikan Suriah ke dalam sistem keuangan global. “Langkah ini menandai akhir isolasi ekonomi panjang terhadap institusi keuangan Suriah,” ujarnya. Dengan demikian, lembaga internasional kini memiliki jalur aman untuk menjalin hubungan bisnis.

Smith mengatakan kerja sama akan dilakukan secara hati-hati sambil mengawasi stabilitas keamanan Suriah. Ia memastikan kontrol tetap diberlakukan terhadap entitas atau individu yang masih dianggap radikal. Namun, untuk program pembangunan dan bantuan kemanusiaan, tidak akan ada lagi pembatasan ketat. Langkah ini disebut sebagai upaya untuk mendukung pertumbuhan dan pemulihan pascaperang.

Dari Damaskus, tanggapan datang dari Menteri Luar Negeri Suriah, Assad al-Shibani. Ia memuji keputusan Washington dan menyebutnya sebagai momentum penting untuk kebangkitan negaranya. “Ini adalah titik balik besar dalam sejarah modern ekonomi Suriah,” tulisnya melalui media sosial X. Menurutnya, jalan pemulangan pengungsi Suriah bisa dibuka dengan cara yang lebih manusiawi.

Shibani menegaskan bahwa pemulangan itu harus berdasarkan martabat, rekonsiliasi, dan jaminan keamanan. Dia juga menyerukan komunitas internasional agar segera mendukung agenda rekonstruksi nasional. Suriah menyambut niat negara lain yang ingin berkontribusi dalam pembangunan kembali kawasan rusak. Kini, prioritas pemerintah adalah menciptakan kondisi kehidupan yang layak dan bermasa depan.

Langkah AS Dapat Dukungan dari Negara-Negara Regional


Arab Saudi dan Turki termasuk negara paling vokal mendesak AS untuk mengubah kebijakan Suriah. Kedua negara menilai al-Sharaa mewakili era baru yang terbuka terhadap reformasi dan perdamaian. Hubungan Damaskus dan Riyadh membaik sejak 2024, diikuti komunikasi langsung dengan Ankara. Dukungan diplomatik itu memengaruhi perhitungan geopolitik AS untuk mendekatkan kembali Suriah.

Negara-negara Teluk lainnya pun menyambut positif keputusan Trump yang dianggap berpandangan strategis. Mereka percaya bahwa langkah ini akan menstabilkan pasar regional dan membuka koridor energi baru. Tak hanya itu, prospek kerja sama pertahanan dan ekonomi juga mulai dipertimbangkan kembali. Aliran investasi Timur Tengah ke Suriah bisa meningkat bila jaminan politik AS semakin kuat.

Menurut pengamat dari Lembaga Studi Timur Tengah, normalisasi ini dapat memperkuat blok Sunni moderat. Blok tersebut kini memperluas pengaruhnya dengan pendekatan damai dan pragmatis terhadap perubahan. Langkah AS, kata mereka, menciptakan ruang baru bagi dialog inklusif dan pembangunan regional berkelanjutan. Namun, keberhasilan kebijakan ini tetap bergantung pada konsistensi dan pengawasan multilateral.

Sementara itu, Israel menyatakan ketertarikannya untuk ikut dalam proses normalisasi dengan Suriah. Pemerintah Israel menyebut niat itu sebagai bagian dari perluasan Perjanjian Abraham di kawasan. Jika terwujud, maka hubungan Damaskus dan Tel Aviv akan mengalami transformasi bersejarah. Namun, perundingan baru dipastikan masih panjang dan membutuhkan penjamin dari pihak netral.

Perubahan Kawasan Dipicu oleh Kekosongan Kekuatan Tradisional


Analis menyebut transformasi Timur Tengah didorong oleh perubahan keseimbangan kekuatan pascaperang. Kekosongan kepemimpinan yang ditinggalkan Assad memberikan peluang munculnya aktor baru. Al-Sharaa berhasil membangun koalisi internal yang relatif stabil dengan dukungan internasional terbatas. Pergeseran ini membuat Barat mempertimbangkan kembali pendekatan intervensif yang selama ini dilakukan.

Kebijakan Trump mencerminkan gaya diplomasi berbasis hasil dan realitas politik kawasan. Ia menekankan pentingnya kompromi dan keterlibatan pragmatis daripada retorika konfrontatif. Pemerintah AS kini mencoba membentuk narasi baru bahwa perdamaian bisa lahir lewat rekonsiliasi. Namun, tantangan tetap besar karena ketegangan etnis dan milisi belum sepenuhnya diselesaikan.

Proses penghapusan Suriah dari daftar sponsor terorisme dipastikan tidak akan berlangsung cepat. Departemen Luar Negeri AS menyatakan perlunya waktu untuk memverifikasi stabilitas dan rekam jejak. Penghapusan juga bergantung pada kepatuhan Suriah terhadap norma-norma hukum internasional. Terutama dalam perlindungan hak asasi manusia dan partisipasi politik yang inklusif di negaranya.

Meski demikian, banyak diplomat memandang bahwa pembukaan sanksi adalah langkah awal penting. Keputusan itu dapat mempercepat proses rekonsiliasi dan memberikan harapan baru bagi rakyat Suriah. Mereka berharap normalisasi hubungan menjadi jalan keluar atas konflik panjang yang menyengsarakan. Dengan pemulihan ekonomi dan keamanan, Suriah bisa kembali berperan aktif dalam geopolitik dunia.

Video

Video