Peringatan Keras dari Perserikatan Bangsa-Bangsa
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menegaskan kembali posisinya terkait pembangunan permukiman Israel di wilayah Tepi Barat. Sekretaris Jenderal Antonio Guterres menilai keputusan tersebut sebagai langkah yang melanggar hukum internasional. Ia menyebut proyek E1 berpotensi menghancurkan masa depan solusi dua negara.
Dalam pernyataannya, Guterres mengecam keputusan Israel yang memberi lampu hijau untuk ribuan unit perumahan baru. Menurutnya, tindakan itu akan semakin memperdalam fragmentasi wilayah Palestina. Lebih jauh, ia menyerukan penghentian segera seluruh aktivitas pembangunan permukiman.
Juru bicara Guterres, Stephane Dujarric, menegaskan posisi PBB konsisten sejak lama. Permukiman di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dianggap ilegal menurut hukum internasional. PBB meminta Israel menghormati kewajiban global yang telah disepakati.
Risiko Kemanusiaan yang Mengkhawatirkan
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) turut memberikan peringatan serius. Proyek E1 dinilai akan mengisolasi kawasan utara dan selatan Tepi Barat. Situasi ini menimbulkan ancaman langsung bagi akses warga Palestina terhadap layanan publik.
Dampak paling nyata adalah terhambatnya mobilitas ribuan keluarga Palestina. Jalan baru yang dirancang Israel diprediksi memaksa mereka menempuh rute lebih panjang. Akibatnya, waktu tempuh meningkat dan akses terhadap pendidikan maupun kesehatan semakin sulit.
Selain itu, OCHA menyoroti potensi pengungsian paksa terhadap komunitas Bedouin Palestina. Setidaknya 18 komunitas berisiko kehilangan tempat tinggal mereka. Hal ini menambah beban kemanusiaan yang sudah berat di wilayah tersebut.
Ancaman terhadap Solusi Dua Negara
Bagi PBB, proyek E1 bukan sekadar pembangunan permukiman biasa. Rencana ini secara strategis memutus keterhubungan geografis Tepi Barat. Dengan demikian, peluang berdirinya negara Palestina merdeka semakin tergerus.
Guterres menilai, fragmentasi wilayah ini akan menutup pintu dialog damai. Tanpa kontinuitas teritorial, konsep negara Palestina tidak lagi realistis. Hal ini menyalahi prinsip utama dalam resolusi PBB mengenai konflik Israel-Palestina.
Bagi masyarakat internasional, ancaman terhadap solusi dua negara berarti meningkatnya ketidakstabilan regional. Situasi ini bisa memicu eskalasi konflik yang lebih luas di Timur Tengah. Oleh karena itu, PBB menyerukan tindakan kolektif untuk menekan Israel.
Respons Israel atas Persetujuan Proyek E1
Sementara itu, pemerintah Israel justru menyambut baik persetujuan proyek tersebut. Menteri Keuangan Bezalel Smotrich secara terbuka menyatakan dukungannya. Ia menilai pembangunan E1 merupakan wujud nyata dari visi politik Israel.
Menurut Smotrich, dengan berjalannya proyek ini, gagasan negara Palestina semakin melemah. Pernyataan itu menimbulkan kecaman luas dari komunitas internasional. Pasalnya, hal tersebut dianggap provokatif dan merusak proses perdamaian.
Rencana pembangunan E1 sendiri telah lama menjadi ambisi Israel. Meski sebelumnya terhenti karena tekanan internasional, kini proyek tersebut dilanjutkan. Israel berencana membangun ribuan unit hunian di area sekitar Yerusalem Timur.
Implikasi Hukum Internasional
Hukum internasional memandang permukiman Israel di Tepi Barat sebagai tindakan ilegal. Resolusi Dewan Keamanan PBB jelas melarang aktivitas pembangunan semacam itu. Namun, Israel tetap melanjutkan kebijakannya dengan dalih keamanan nasional.
Para pakar menilai, jika proyek E1 berjalan, Israel berisiko menghadapi isolasi diplomatik. Banyak negara sahabat kemungkinan akan mempertegas penolakannya. Hal ini dapat memengaruhi hubungan bilateral maupun kerja sama internasional Israel.
Lebih jauh, tindakan Israel juga dianggap melemahkan legitimasi lembaga internasional. Ketidakpatuhan pada hukum global berpotensi menciptakan preseden buruk. Dunia bisa melihat lemahnya penegakan aturan ketika melibatkan negara kuat.