Menelisik Turunnya Angka Pengangguran: Apakah Benar Menandakan Perbaikan Pasar Kerja?

Advertisement

970x90px

Menelisik Turunnya Angka Pengangguran: Apakah Benar Menandakan Perbaikan Pasar Kerja?

Senin, 28 Juli 2025

 

Menelisik Turunnya Angka Pengangguran: Apakah Benar Menandakan Perbaikan Pasar Kerja?

Tinjauan Statistik Pengangguran Terkini

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) untuk Februari 2025. Laporan ini mencatat penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dari 4,82 persen pada tahun sebelumnya menjadi 4,76 persen. Sekilas, angka ini mengesankan adanya perbaikan kondisi ketenagakerjaan nasional.

Namun, penurunan tersebut belum tentu mencerminkan perbaikan struktural dalam pasar kerja Indonesia. Tingginya pertumbuhan penduduk bisa memengaruhi perhitungan proporsi, sehingga penurunan TPT lebih bersifat statistik ketimbang representasi nyata. Hal ini penting dianalisis agar tidak terjadi misinterpretasi publik.

Sebagai indikator tunggal, TPT memang informatif, tetapi tidak cukup untuk membaca dinamika kualitas lapangan kerja secara menyeluruh. Diperlukan pemahaman yang lebih komprehensif terhadap komponen pasar tenaga kerja.

Pertumbuhan Penduduk dan Tantangan Data


Menurut Qisha Quarina, SE MSc PhD dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, penurunan TPT sebaiknya tidak langsung dianggap sebagai tanda positif. Ia mengingatkan bahwa pertumbuhan penduduk yang cepat bisa menyamarkan jumlah pengangguran riil. Persentase menurun, tetapi jumlah absolut bisa tetap atau bahkan meningkat.

Dalam konteks ini, penurunan TPT sebetulnya perlu dikaji lebih dalam dengan mempertimbangkan dinamika kependudukan. Jika jumlah angkatan kerja meningkat secara signifikan, maka turunnya TPT bisa terjadi hanya karena pergeseran komposisi statistik, bukan karena peningkatan kesempatan kerja.

Qisha menyoroti perlunya pemahaman publik terhadap cara membaca data statistik. Banyak pihak keliru menafsirkan angka TPT seolah menggambarkan membaiknya kesejahteraan tenaga kerja secara umum, padahal kenyataannya belum tentu demikian.

Isu Pekerjaan Layak yang Terabaikan

Alih-alih fokus pada sekadar ada atau tidaknya pekerjaan, Qisha menekankan pentingnya memperhatikan kualitas pekerjaan itu sendiri. Masih banyak pekerjaan di Indonesia yang tidak memenuhi standar kelayakan. Upah rendah, beban kerja tinggi, dan minimnya jaminan sosial adalah gambaran umum di berbagai sektor informal.

Konsep pekerjaan layak menurut International Labour Organization (ILO) mencakup lebih dari sekadar terserapnya tenaga kerja. Empat pilar utama penciptaan lapangan kerja, perlindungan sosial, hak-hak pekerja, dan dialog sosial harus menjadi acuan utama dalam penilaian kualitas kerja.

Sayangnya, realitas di Indonesia masih jauh dari standar tersebut. Banyak pekerja terjebak dalam pekerjaan rentan, tidak memiliki kontrak formal, atau tidak terlindungi undang-undang ketenagakerjaan yang layak.

Membenahi Kualitas Ketenagakerjaan Indonesia


Upaya pemerintah seharusnya tidak berhenti pada target penurunan pengangguran secara kuantitatif. Fokus juga harus diberikan pada kebijakan peningkatan kualitas kerja melalui reformasi ketenagakerjaan. Program pelatihan vokasional dan upaya peningkatan produktivitas nasional dapat menjadi strategi jangka panjang.

Selain itu, perlindungan sosial bagi pekerja informal perlu diperluas agar mereka tidak berada dalam posisi rawan secara ekonomi. Regulasi ketenagakerjaan juga harus disesuaikan dengan kondisi lapangan dan perkembangan dunia kerja digital serta fleksibel.

Dalam jangka panjang, Indonesia memerlukan kerangka kebijakan ketenagakerjaan yang berpihak pada pembangunan sumber daya manusia secara menyeluruh. Artinya, perbaikan struktur ekonomi dan peningkatan produktivitas harus berjalan seiring penciptaan pekerjaan layak bagi semua lapisan masyarakat.

Video

Video