Perjuangan Yayasan Lohjinawi Mengurangi Sampah Plastik Secara Berkelanjutan

Advertisement

970x90px

Perjuangan Yayasan Lohjinawi Mengurangi Sampah Plastik Secara Berkelanjutan

Jumat, 11 Juli 2025

 

Perjuangan Yayasan Lohjinawi Mengurangi Sampah Plastik Secara Berkelanjutan

Langkah Awal Yasmin dalam Dunia Pengelolaan Sampah Nasional


Yasmin memulai karier sebagai agen promosi sebelum masuk dunia pengelolaan sampah di Indonesia. Tahun 2005, ia diajak Unilever Indonesia bergabung dalam program "Berantas Bersih" secara langsung. Program ini mendorong masyarakat mengelola sampah dengan pendekatan edukatif berbasis komunitas luas.

Meski tanpa latar pendidikan lingkungan, Yasmin berani memberikan pelatihan dan edukasi ke masyarakat. Pengalaman di lapangan membentuk keyakinan bahwa perubahan dimulai dari kesadaran kolektif terorganisir. Setiap interaksi menjadi bekal untuk memperdalam peranannya sebagai fasilitator sosial lingkungan aktif.

Tahun 2012, Yasmin mendirikan Yayasan Lohjinawi di Surabaya yang bermitra dengan Unilever Indonesia. Yayasan tersebut memberi pelatihan, edukasi, serta aksi nyata dalam pengolahan dan pemilahan sampah. Mereka menyasar berbagai kota dan daerah demi menjangkau lebih banyak komunitas akar rumput lokal.

Yayasan Lohjinawi kemudian berkembang menjadi lembaga regional tingkat provinsi di Jawa Timur. Kegiatannya meluas ke Balikpapan, Banjarmasin, serta wilayah Indonesia Timur lainnya secara aktif. Setiap kota yang dijangkau menjadi titik kolaborasi baru dalam mewujudkan lingkungan berkelanjutan.

Perluasan Jangkauan dan Reduksi Sampah secara Konsisten Tiap Bulan


Hingga kini, yayasan tersebut berhasil mereduksi 20 ton sampah per bulan secara konsisten. Jumlah tersebut menjadi pencapaian penting dalam upaya mengurangi beban lingkungan dari plastik. Dampaknya dirasakan oleh komunitas lokal yang kini aktif memilah dan mengelola sampah mandiri.

Yasmin mengajak masyarakat agar memulai perubahan dari rumah, keluarga, dan lingkungan sekitar. Ia percaya bahwa edukasi yang baik harus dimulai dari pemahaman paling dasar secara inklusif. Menurutnya, perubahan perilaku adalah kekuatan terbesar dalam upaya menyelesaikan krisis sampah.

Ia menekankan pentingnya kolaborasi antarwarga, komunitas, dan pihak swasta dalam pengelolaan sampah. Setiap pihak harus sadar akan tanggung jawabnya dalam menjaga lingkungan tetap bersih dan sehat. Menurut Yasmin, Indonesia bebas plastik hanya dapat dicapai jika semua komponen bersatu aktif.

Kesadaran publik tidak cukup tanpa dukungan kebijakan dan infrastruktur yang memadai dari negara. Karenanya, yayasan terus mendorong pemerintah daerah ikut membangun sistem pengelolaan yang kuat. Harapan Yasmin adalah munculnya lebih banyak komunitas peduli sampah di kota-kota lainnya.

Peran Pemerintah, Hukum, dan Digitalisasi dalam Pengelolaan Sampah Nasional


Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah KLHK menyebut pengelolaan sampah butuh kolaborasi semua pihak. Menurutnya, peran masyarakat, industri, dan pemerintah harus berjalan seimbang dan saling mendukung. Isu sampah plastik merupakan misi nasional yang tak bisa ditangani satu sektor tunggal saja.

Ia mengatakan bahwa prinsip Extended Producer Responsibility (EPR) harus menjadi kebijakan wajib. Dengan EPR, produsen bertanggung jawab terhadap limbah yang dihasilkan dari produknya sendiri. Hal ini diharapkan dapat menekan jumlah sampah dan mendorong inovasi kemasan berkelanjutan.

KLHK juga tengah merancang kebijakan agar penegakan hukum lingkungan lebih tegas dan konsisten. Menurut mereka, tanpa sanksi dan pengawasan ketat, program pengurangan sampah sulit terealisasi. Pemerintah menargetkan seluruh kota memiliki sistem monitoring sampah yang transparan dan adil.

Bijaksana Junerosano, pendiri Waste4Change, menyebut lemahnya penegakan hukum sebagai hambatan utama. Ia menekankan pentingnya kepemimpinan daerah dalam memastikan kebijakan dijalankan efektif. Pemerintah daerah dinilai wajib hadir sebagai penggerak dalam agenda pengelolaan sampah nasional.

Digitalisasi, Peran Produsen, dan Masa Depan Bebas Polusi Plastik


Sano menyarankan pemanfaatan teknologi digital sebagai alat percepatan edukasi dan monitoring publik. Ia mengatakan hampir seluruh warga memiliki gadget, yang dapat digunakan sebagai media kontrol. Teknologi bisa mengawasi rantai sampah secara efisien sekaligus mendekatkan masyarakat pada data.

Penegakan hukum pun disarankan dilakukan berbasis digital untuk memudahkan pelaporan dan pengawasan. Dengan platform daring, masyarakat bisa lebih cepat memberikan aduan terkait pelanggaran lingkungan. Hal ini juga membantu menciptakan transparansi antara produsen, pemerintah, dan komunitas lokal.

Ia mengapresiasi langkah Unilever Indonesia yang konsisten mendampingi pelaku pengelolaan sampah. Perusahaan tersebut tidak hanya aktif dalam edukasi tetapi juga mengembangkan kemasan ramah lingkungan. Unilever tercatat mengolah 90.000 ton sampah plastik pada tahun 2024, melebihi penggunaan plastiknya.

Unilever juga mendukung digitalisasi sistem pengelolaan dan edukasi berbasis komunitas secara masif. Mereka berperan aktif dalam kampanye publik, pelatihan, dan inovasi rantai distribusi berkelanjutan. Kolaborasi antara produsen dan masyarakat menjadi kunci dalam menggapai target bebas plastik 2040.

Video

Video