Gaza Berdarah: 800 Warga Tewas Cari Bantuan Selama Enam Minggu

Advertisement

970x90px

Gaza Berdarah: 800 Warga Tewas Cari Bantuan Selama Enam Minggu

Jumat, 11 Juli 2025

 

Gaza Berdarah

Warga Gaza Ditembak Saat Antre Bantuan


Sepuluh warga Palestina dilaporkan tewas tertembak saat mengantre bantuan makanan di wilayah Gaza. Insiden berdarah ini terjadi pada Jumat, 11 Juli 2025 di wilayah Rafah, Gaza selatan. Pasukan Israel disebut melepaskan tembakan ke kerumunan sipil di titik distribusi bantuan.

Kematian ini menambah daftar panjang korban saat mencari makanan di tengah blokade militer. Sejak akhir Mei, hampir 800 orang dilaporkan tewas ketika mencoba mengakses bantuan logistik. Data dari PBB menunjukkan mayoritas korban jatuh di sekitar lokasi distribusi GHF.

GHF atau Gaza Humanitarian Foundation menggantikan peran distribusi bantuan yang sebelumnya dilakukan PBB. Organisasi ini disebut dikendalikan oleh Israel dan Amerika Serikat sejak Mei 2025 lalu. PBB menolak kerja sama karena menduga GHF hanya alat politik dan militer terselubung.

Juru bicara HAM PBB, Ravina Shamdasani, mengecam keras kondisi ini sebagai pelanggaran kemanusiaan. Ia menyatakan, “Tak bisa diterima warga harus memilih antara ditembak atau menerima bantuan.” PBB mendesak akses bantuan dikembalikan kepada lembaga netral demi keselamatan warga sipil.

Negosiasi Gencatan Senjata Dibayangi Tembakan di Lapangan


Ketika tembakan masih terdengar di Rafah, diplomasi berjalan di meja perundingan di Doha, Qatar. Israel dan Hamas dilaporkan mengikuti negosiasi tak langsung guna mencapai gencatan senjata terbatas. Mereka tengah menyusun kerangka perjanjian untuk jeda perang selama 60 hari mendatang.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berharap perjanjian bisa tercapai dalam beberapa hari. Ia menyatakan siap membahas penghentian perang permanen setelah masa gencatan sementara berakhir. Namun skeptisisme muncul karena kekerasan masih berlangsung di berbagai penjuru Gaza.

Beberapa pengamat menilai negosiasi ini hanya alat untuk meredam tekanan internasional terhadap Israel. Kepercayaan publik Palestina terhadap proses diplomasi kian rendah karena aksi brutal terus berulang. Warga menganggap janji damai tak sejalan dengan kenyataan berdarah yang mereka alami sehari-hari.

Di sisi lain, Hamas dikabarkan tengah merancang tuntutan untuk mengakhiri blokade secara total. Mereka menuntut jaminan keamanan, kebebasan gerak, dan aliran bantuan dari luar tanpa hambatan. Tanpa pemenuhan ini, banyak pihak memprediksi bahwa perang akan berlanjut lebih lama lagi.

Kematian Saat Antre Bantuan Jadi Sorotan Global


Organisasi hak asasi manusia menyoroti bahwa bantuan kini berubah menjadi sumber risiko mematikan. Antrean bantuan yang dulu menjadi harapan, kini identik dengan ancaman peluru dan kekerasan. PBB mencatat bahwa 615 dari 798 korban tewas berada di dekat area distribusi GHF.

GHF dikritik karena bekerja di bawah kendali penuh militer Israel tanpa pengawasan lembaga netral. Kondisi ini menimbulkan kecurigaan bahwa bantuan digunakan sebagai alat perang non-militer. Distribusi logistik dianggap telah menjadi bentuk kontrol populasi dalam medan konflik terbuka.

Banyak laporan menyebut warga kelaparan harus memilih antara mati karena lapar atau peluru. Organisasi kemanusiaan dunia mendesak Israel agar menghentikan kebijakan represif terhadap warga Gaza. Mereka menekankan pentingnya mengembalikan kontrol distribusi kepada badan internasional yang kredibel.

Kondisi saat ini digambarkan sebagai bencana kemanusiaan dengan dimensi baru yang sangat tragis. Ketika bantuan tak lagi aman, harapan hidup warga Gaza menjadi semakin suram dan tak pasti. Situasi ini mencoreng nilai kemanusiaan dan melanggar prinsip dasar perlindungan sipil saat konflik.

Akses Informasi Dibatasi, Jumlah Korban Sulit Diverifikasi


Pembatasan ketat terhadap jurnalis dan organisasi kemanusiaan membuat verifikasi sulit dilakukan. AFP dan media internasional mengaku kesulitan mengakses lokasi dan mendapatkan data yang valid. Informasi korban sepenuhnya bergantung pada lembaga lokal dan badan PBB yang masih aktif.

Pihak militer Israel belum merespons tuduhan mengenai penembakan warga sipil di Rafah. Sebelumnya, mereka menyebut bahwa bantuan perlu dikendalikan agar tidak disalahgunakan militan. Namun, pernyataan ini dipandang sebagai pembenaran atas kekerasan terhadap warga tak bersenjata.

Penggunaan kekuatan di wilayah distribusi bantuan melanggar hukum internasional tentang perlindungan sipil. Banyak pihak menyerukan penyelidikan independen terhadap aksi militer yang menyebabkan banyak korban. Komunitas internasional mendesak Dewan Keamanan PBB agar segera menggelar sidang darurat.

Selama konflik belum berhenti, warga Gaza terjebak dalam dilema hidup mati yang berulang setiap hari. Mereka tak hanya kehilangan rumah dan keluarga, tetapi juga hak atas makanan dan perlindungan. Krisis ini menjadi ujian moral bagi dunia: akankah diam atau bertindak melindungi nilai-nilai kemanusiaan?

Video

Video