Warga Palestina di Sinjil Hidup Terisolasi Akibat Pagar Besi Israel

Advertisement

970x90px

Warga Palestina di Sinjil Hidup Terisolasi Akibat Pagar Besi Israel

Jumat, 04 Juli 2025

 

Warga Palestina di Sinjil Hidup Terisolasi Akibat Pagar Besi Israel

Warga Palestina di Sinjil Terjebak Pagar Besi Israel


Kota Sinjil di wilayah Tepi Barat dikepung pagar besi setinggi lima meter oleh Israel. Pembangunan pagar ini disertai gerbang baja besar dan pengawasan ketat dari tentara Israel. Kini, hanya satu jalur keluar-masuk ke kota yang bisa digunakan oleh seluruh warga.

Kondisi ini menciptakan tekanan besar terhadap mobilitas dan aktivitas ekonomi masyarakat setempat. Warga harus menempuh jalan berliku serta pemeriksaan ketat untuk keluar dari kota tersebut. Banyak dari mereka kehilangan pekerjaan karena terhalang akses ke tempat usaha mereka.

Mousa Shabaneh, ayah tujuh anak, kehilangan mata pencaharian akibat pagar memotong kebunnya. Kebun pembibitan yang selama ini menjadi sumber utama pendapatannya kini tidak bisa diakses. Semua tanaman pohonnya rusak terbakar, dan ia hanya bisa pasrah melihat hasilnya lenyap.

Israel menyebut langkah ini untuk melindungi jalan utama Ramallah-Nablus dari ancaman keamanan. Militer mengatakan pagar penting untuk mencegah gangguan seperti pelemparan batu dari warga. Namun di lapangan, warga merasakan pagar justru menyulitkan kehidupan sehari-hari mereka sendiri.

Gerbang Tunggal Sinjil Batasi Kebebasan Warga


Meski Israel mengklaim ada akses bebas, kenyataannya warga harus antre panjang di satu gerbang. Jalan menuju gerbang tersebut sempit dan panjang, menambah beban harian bagi para penduduk. Tentara berjaga ketat di pos masuk, dan bisa menghentikan siapa pun tanpa alasan jelas.

Warga yang dahulu bebas berdagang atau bertani kini sulit mencari nafkah di luar kota. Setiap aktivitas luar rumah harus dipikirkan ulang karena risiko tak bisa kembali ke kota. Ketidakpastian ini memperburuk kondisi ekonomi yang sebelumnya sudah lemah akibat blokade lama.

Bahaa Foqaa, Wakil Wali Kota Sinjil, menyebut ini strategi intimidasi terhadap warga Palestina. Menurutnya, Israel berusaha memadamkan semangat rakyat dengan memutus akses dan pendapatan. Langkah ini dianggap sebagai bentuk tekanan sistematis yang melanggar hak hidup masyarakat.

Rakyat Palestina di kota itu bukan hanya dibatasi secara fisik, tapi juga secara mental. Mereka merasa hidup dalam penjara terbuka, diawasi dan dikendalikan setiap waktu oleh militer. Kebebasan bergerak bukan lagi hak, melainkan kemewahan yang tergantung izin dari penjaga.

Blokade Sinjil Timbulkan Dampak Sosial yang Luas


Anak-anak kini harus melewati jalan berbahaya untuk menuju sekolah karena semua akses dibatasi. Kesehatan warga juga terdampak karena sulit menjangkau layanan medis dan rumah sakit terdekat. Warga lanjut usia dan perempuan hamil menghadapi kesulitan besar untuk keluar dari Sinjil.

Pasar-pasar lokal mulai sepi karena barang sulit masuk dan harga kebutuhan melonjak tajam. Pedagang kehilangan pelanggan dan petani tak bisa mengirim hasil panen ke kota besar. Situasi ini menimbulkan krisis ekonomi lokal yang memicu kecemasan dan ketidakstabilan sosial.

Kegiatan keagamaan dan sosial juga terhambat karena mobilitas warga sangat terbatas kini. Banyak acara dibatalkan karena sulitnya mengatur transportasi masuk-keluar wilayah Sinjil. Rasa kebersamaan warga mulai terganggu karena interaksi sosial menjadi sangat terbatas.

Pemerintah lokal kesulitan menjalankan layanan publik secara normal dalam kondisi seperti itu. Bantuan logistik dan pendistribusian bahan pokok menjadi tantangan besar setiap harinya. Sinjil seolah terisolasi dari dunia luar, hidup dalam ketakutan dan kekurangan yang terus berulang.

Pagar Besi Menggambarkan Penindasan Terhadap Palestina


Pagar di Sinjil hanyalah satu contoh dari banyak pembatas yang dibangun Israel di Tepi Barat. Hampir setiap kota atau desa Palestina kini menghadapi pembatasan yang serupa bentuk dan dampaknya. Warga hidup di bawah kontrol militer tanpa kepastian kapan kondisi ini akan berubah lebih baik.

Israel selalu berdalih demi keamanan, tapi realitasnya adalah penekanan terhadap rakyat sipil. Kebebasan warga menjadi terbatas, dan kehidupan mereka dipaksa bergantung pada izin militer. Kebijakan ini mematahkan semangat dan menghancurkan ekonomi komunitas lokal dari dalam.

Organisasi HAM internasional telah lama mengkritik keberadaan pagar dan tembok di Palestina. Mereka menyebut ini sebagai bentuk apartheid modern yang memisahkan berdasarkan identitas. Namun hingga kini belum ada tekanan serius terhadap Israel untuk menghentikan tindakan tersebut.

Warga Sinjil berharap dunia internasional melihat penderitaan mereka dan mengambil tindakan nyata. Mereka tak ingin terus hidup di balik pagar yang membatasi impian dan masa depan mereka. Bagi mereka, pagar itu bukan pengaman, melainkan lambang penindasan yang masih berlangsung.

Video

Video