Nama Hamzah Sulaiman melekat erat dalam benak warga Yogyakarta dan pengunjung setianya. Dialah sosok brilian yang menciptakan karakter Raminten, ikon budaya kuliner dan hiburan lokal. Bukan hanya pemilik, Hamzah adalah maestro yang meramu seni, tradisi, dan bisnis secara harmonis.
Raminten bukan sekadar restoran, melainkan pentas budaya yang disajikan lewat cita rasa dan tampilan. Dalam setiap sudutnya, pengunjung disuguhkan nuansa Jawa yang dipadukan gaya kontemporer eksentrik. Hamzah menyuguhkan hiburan tanpa menghilangkan unsur spiritualitas dan keindahan budaya leluhur.
Kepribadian Hamzah yang unik tercermin kuat dalam arsitektur, menu, hingga pelayanan di Raminten. Ia percaya budaya lokal harus tampil bangga dan merangkul semua kalangan dengan penuh kehangatan. Citra Raminten menjadi simbol resistensi lembut terhadap arus globalisasi yang menggerus identitas.
Visi dan Eksentrisitas yang Membentuk Karakter Raminten
Lahir dari keluarga abdi dalem keraton, Hamzah tumbuh dalam atmosfer budaya Jawa yang kental. Kecintaannya terhadap seni dan tradisi tumbuh sejak kecil, dipupuk melalui kegiatan keraton rutin. Ia tidak hanya menjadikan budaya sebagai latar, tapi juga sebagai panggung utama dalam berkarya.
Eksentrisitas Hamzah terlihat dari penampilannya yang nyentrik namun selalu konsisten dalam makna. Ia tampil mengenakan kebaya dan sanggul, menciptakan persona Raminten sebagai cermin dirinya sendiri. Persona itu kemudian menjadi daya tarik utama yang memperkuat brand Raminten di berbagai lini.
Dengan humor, estetika, dan kepekaan sosial, Hamzah menciptakan Raminten sebagai ruang inklusif. Di sana, semua kalangan bisa duduk setara menikmati sajian tradisional dengan nuansa teaterik. Ia menyampaikan pesan bahwa budaya tak harus kaku, bisa cair dalam ruang-ruang kekinian.
Melampaui Kuliner: Raminten sebagai Medium Transformasi Sosial
Hamzah tidak hanya membangun tempat makan, tetapi ruang dialog lintas kelas dan budaya. Raminten menjelma sebagai panggung perjumpaan, bukan sekadar restoran dengan menu khas Jawa. Ia membuka kesempatan bagi seniman lokal untuk tampil di ruang yang tidak biasa ini.
Dalam geliat Raminten, Hamzah turut memberdayakan warga sekitar melalui pelatihan dan perekrutan. Pelayan-pelayan dilatih menyapa dengan bahasa Jawa halus dan etika khas keraton Yogyakarta. Ini bukan strategi marketing semata, tapi wujud nyata pelestarian warisan budaya yang hidup.
Bersama Raminten, Hamzah memberi wajah baru bagi wisata kuliner: berbudaya, penuh makna, dan mempesona. Ia menjadi bukti bahwa bisnis bisa menjunjung nilai-nilai lokal tanpa harus kehilangan pasarnya. Raminten kini bukan hanya tempat makan, tapi pengalaman budaya yang lekat dalam ingatan siapa pun.